Masih jelas dalam ingatan kita akan bencana tsunami yang terjadi di wilayah Anyer dan Lampung pada Desember 2018 lalu. Bencana tsunami yang timbul akibat erupsi Gunung Anak Krakatau tersebut menimbulkan korban jiwa yang cukup banyak dan kerusakan parah. Letak Anyer yang dekat dengan Jakarta, pun membuat kita bertanya-tanya: “Amankah Jakarta dari tsunami? Apa saja hal-hal yang harus dilakukan dalam menghadapi bencana gempa dan tsunami?”. Topik yang dibahas pada EcoTalk with Tempo beberapa hari lalu ini sangat penting untuk diketahui lebih mendalam demi keselamatan kita semua.
Sebelumnya, kita sudah mengetahui bahwa Indonesia berada di kawasan “Ring of Fire”. Berarti negara ini sangat rawan akan berbagai bencana alam yang disebabkan pergerakan lempeng atau pergerakan magma di bawah tanah. Walau bencana alam tidak dapat dicegah, tetapi dengan adanya berbagai alat teknologi canggih dan kesadaran masyarakat akan menghadapi bencana, tentu kerusakan dan jumlah korban jiwa dapat diminimalkan. Pembahasan topik ini dilakukan oleh para narasumber yang ahli dan kompeten di bidangnya yaitu:
- Bapak Berton Panjaitan selaku Kepala Subdit Pencegahan BNPB
- Bapak Rahmat Triyono selaku Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG
- Bapak Suprayoga Hadi selaku Perencana Ahli Utama, Kedeputian Pengembangan Regional BAPPENAS
- Bapak Eko Yulianto selaku Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI
Para Narasumber Ahli
Bapak Berton Panjaitan dari BPNB menyatakan bahwa banyak sekali masyarakat Indonesia yang tidak mengambil pelajaran dari berbagai bencana alam yang pernah terjadi. Hal ini beliau simpulkan setelah melakukan penelitian terhadap masyarakat di daerah Mentawai dan Aceh yang kembali tinggal di tepi pantai walau pernah dilanda becana tsunami. Jelas bahwa masyarakat Indonesia belum memahami pentingnya pencegahan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Menurutnya, pengetahuan tentang bencana harus dilatih, bukan hanya sekedar diketahui. Oleh karena itu, BPNB sudah mencanangkan tanggal 26 April sebagai Hari Kesiapsiagaan Nasional. BPNB menghimbau agar pada tanggal tersebut masyarakat berlatih berkumpul di assembly point yang telah ditentukan pada jam 10 pagi untuk mengikuti simulasi bencana secara nasional.
Sementara itu, Bapak Rahmat Triyono sebagai kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG menjelaskan bahwa tsunami sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu, namun masyarakat kita baru menyadari ada ancaman besar sejak terjadinya tsunami Aceh. Sebelum tahun 1990, BMKG menganalisa gempa dalam kurun waktu 1-2 hari untuk mengetahui letak sumber gempa, kekuatannya berapa serta apakah dapat menimbulkan tsunami atau tidak. Setelah tahun 1990, teknologi pencatat gempa sudah bisa mengetahui sumber gempa dengan lebih baik, dalam 1 atau 2 jam sudah bisa dianalisa asalkan operatornya sudah handal.
Di tahun 2005, mulai dibangun sistem peringatan bencana tsunami di Indonesia yang melibatkan banyak lembaga. Lalu tahun 2006 dipasang sensor tsunami di beberapa wilayah, namun Indonesia dikejutkan dengan adanya gempa di Yogyakarta dan Pangandaran. Banyaknya bencana alam yang terus terjadi sehingga sensor tsunami terus gencar dibangun di berbagai wilayah di Indonesia. Hingga saat ini, sensor tersebut masih bekerja untuk mendeteksi adanya getaran atau gempa.
Namun perlu diketahui bahwa sensor BMKG hanya mencatat gempa tektonik saja. Hal ini yang membuat BMKG luput dalam memperingatkan masyarakat akan tsunami Anyer. Sistem BMKG tidak mampu mendeteksi gempa akibat longsoran Gunung Anak Krakatau. Peristiwa tsunami Anyer ini juga menyadarkan pentingnya kordinasi yang baik antara badan Geologi yang menangani gunung berapi dan BMKG yang mencatat gempa tektonik.
Bapak Suprayoga Hadi sebagai Perencana Ahli Utama, Kedeputian Pengembangan Regional BAPPENAS mengungkapkan bahwa perencanaan sangat perlu untuk mengurangi korban dan kerugian yang terlalu besar. Perencanaan bencana dibagi dalam 3 subsistem yaitu:
- Pencegahan: Hal utama yang bisa dilakukan adalah memperbaiki wilayah dan tata ruang kota serta membangun rumah resistance terhadap bencana di wilayah rawan bencana.
- Kesiap-siagaan: Bencana erat kaitannya dengan kesiapsiagaan, hal ini tidak hanya berlaku untuk masyarakat, namun juga pemerintah. Dengan memahami langkah-langkah yang perlu dilakukan demi keselamatan diri, diyakini dapat mengurangi korban jiwa. Pemerintah juga harus berkontribusi dengan memberikan pelatihan yang tepat kepada masyarakat melalui lembaga-lembaga terkait. Harus ada kerjasama yang baik antara instansi pusat dan pemerintah daerah, serta masyarakat.
- Pemulihan: Pemulihan dilakukan setelah terjadinya bencana, bisa berupa perbaikan sarana dan prasana maupun edukasi keselamatan kepada masyarakat.
Bapak Eko Yulianto dari LIPI menyatakan bahwa pelatihan menghadapi tsunami sering terkendala masalah biaya karena adanya kebiasaan menyediakan uang makan untuk setiap peserta. Hal ini perlu disiasati dengan perencanaan kegiatan yang menarik agar minat masyarakat meningkat. Misalnya, kegiatan tsunami drill diganti dengan acara lomba lari atau jalan cepat menuju titik lokasi aman. Selain itu menurut beliau, dalam menghadapi bencana, yang harus dibenahi pertama adalah tata ruang, baru setelah itu membangun sistem deteksi dini. Tata ruang di Jakarta perlu dikaji dan diperbaiki. Seluruh instansi dan masyarakat harus berkordinasi dengan baik. Masyarakat Jakarta harus melihat kondisi rumah masing-masing karena ancaman akan bencana gempa dan tsunami itu nyata.
Jadi, amankah Jakarta dari tsunami? Kemungkinan bencana itu selalu ada. BMKG mengingatkan bahwa untuk wilayah Jakarta, potensi tsunami yang terbesar berasal dari Selat Sunda. Namun daerah Jakarta kemungkinan hanya terkena dampak kecil. Walau demikian, potensi bencana selalu mengintai di darat dan lautan, sehingga menyadarkan masyarakat itu perlu. Selain itu masyarakat perlu diingatkan agar waspada kepada isu yang beredar. Yang sering terjadi setelah gempa adalah beredarnya kabar hoax.
Masyarakat juga harus sadar mengenai pentingnya hal-hal yang harus dilakukan saat gempa dan tsunami terjadi. Jangan hanya menunggu info dari BMKG. Warga dapat mengunduh aplikasi WRS-BMKG di telepon seluler untuk mengetahui berbagai peringatan dini mengenai info gempa dan tsunami yang terjadi di Indonesia.